HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum perdata di
Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847
tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai
BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan
asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian
berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh
peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara
Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada
saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan
perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan
fidusia.
·
SEJARAH
SINGKAT HUKUM PERDATA
Hukum perdata Belanda berasal
dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus
Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua
kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus
hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai
menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut
Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan
tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan
Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang
baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
1.
BW
[atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
2.
WvK
[atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
·
PENGERTIAN
DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan hukum
perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di
Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW
sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya
mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847
melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku
Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka,
berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar
1945,
KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
merupakan induk hukum perdata Indonesia.
v
Keadaan
hukum perdata dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan hokum perdata di
Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman
ini ada 2 faktor:
1.
Faktor
ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara
kita Indonesia ini
terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor
hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk menjadi 3
golongan, yaitu:
a. Golongan
eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan bumu
putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan
timur asing (bangsa cina, india, arab)
v Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
1.
Ordonasi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
2.
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
v Dan pasal 131 .I.S. yang
membedakan berlakunya hokum bagi golongan-golongan tersebut:
1.
Golongan
Indonesi asli berlaku hukum adat
2.
Golongan
eropa barlaku hokum perdata (BW) dan hokum dagang (WVK)
3.
Golongan
timur asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera
boleh tunduk pada hokum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa
macam tindakan hokum perdata.
Untuk memahami keadaan hokum
perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui politik
pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah
Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.)
(Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.
Hokum
perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di
Kodifikasi).
2.
Untuk
golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai azas Konkordansi).
3.
Untuk
golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah
peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4.
Orang
Indonesi Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hokum untuk bangsa
Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku
hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
v Berdasarkan pedoman
tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU
Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal
1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
1.
Perjanjian
kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
2.
Dan
beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat
1933 no 49).
v Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
1.
Ordonasi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
2.
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
v Dan ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu:
1.
UU
Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
2.
Peraturan
Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
3.
Ordonansi
Woeker (staatsblad 1938 no 523)
4.
Ordonansi
tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
·
SISTEMATIKA
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
v KUHPerdata terdiri dari 4
bagian yaitu :
1.
Buku
1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai
timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan,
keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian
perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2.
Buku
2 tentang Benda / Zaakenrecht
Mengatur tentang hukum benda,
yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang
berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.
Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak
(misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud
yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih
atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang
agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3.
Buku
3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Mengatur tentang hukum perikatan
(atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya
mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan
kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang
jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari
(ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian),
syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai
acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4.
Buku
4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Mengatur hak dan kewajiban subyek
hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam
hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sumber:
3.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab2-hukum_perdata.pdf
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/sejarah-hukum-perdata-indonesiaaspek-hukum-dlm-ekono
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/sejarah-hukum-perdata-indonesiaaspek-hukum-dlm-ekono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar