Selasa, 30 April 2013

Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi


Pengertian hukum menurut para ahli
Pengertian hukum menurut Aristoteles
Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
Menurut Van kan
hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindumgi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Tujuan Hukum Ekonomi
  • Untuk menjamin berfungsinya mekanisme pasar secara efisien dan lancar
  • Untuk melindungi berbagai jenis usaha, khususnya jenis Usaha Kecil Menengah (UKM)
  • Untuk membantu memperbaiki system keuangan dan system perbankan
  • Memberikan perlindungan terhadap pelaku ekonomi
  • Mampu memajukan kesejahteraan umum
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
Jadi hukum bertujuan untuk mencapai kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah terjadinya perpecahan dan mendapat keselamatan dalam keadilan.
Sumber-Sumber Hukum
Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa. Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:
1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
2. Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin
Sumber-sumber Hukum Bisnis pada Aspek Hukum dalam Ekonomi
Setidaknya ada empat sumber hukum bisnis pada aspek hukum dalam ekonomi, yaitu perundang-undangan, kontrak perusahaan, yurisprudensi, dan kebiasaan. Berikut masing-masing penjelasannya.
1.1. Perundang-undangan
Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini.
1.2. Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian, arbitase, atau pengadilan umum sekali pun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas. Tentunya kontrak perusahaan ini yang akan memberikan pertimbangan tertentu sekaligus secara jelas akan mempengaruhi putusan. Karena secara jelas semua menyangkut kontak dan ketentuannya telah tercantum dalam kontrak tersebut.
1.3.    Yurispudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban. Secara otomatis, yurisprudensi ini akan memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan pihak-pihak, terutama bagi mereka yang berusaha di Indonesia.
1.4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal. Kebiasaan sebagai sumber hukum dapat diikuti pengusaha tatkala peraturan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban tidak tercantum dalam undang-undang dan perjanjian. Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang di kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai tujuan sesuai kesepakatan. Kebiasaan yang biasanya dapat menjadi acuan bagi perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a)           Perbuatan yang bersifat perdata
b)           Mengenai hak serta kewajiban yang harus dipenuhi
c)            Tidak bertentangan dengan undang-undang atau sumeber hukum lainnya
d)           Diterima oleh semua pihak secara sukarela  karena telah dianggap sebagai hal yang logis dan patuh
e)           Menerima dari berbagai akibat hukum yang dikehendaki oleh semua pihak
Kodifikasi Hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
  • Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
o   Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o   Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
  • Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
o   Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
o   Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Isinya :
  • Politik hukum lama, unifikasi di zaman Hindia Belanda (Indonesia) gagal, dan penduduk terpecah menjadi;
Penduduk bangsa Eropa, penduduk bangsa Timur Asing, penduduk bangsa pribadi (Indonesia)
  • Pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah pula.
  • Pendidikan bangsa Indonesia ;
Hasil pendidikan barat dan hasil pendidikan timur
  • Unsur-unsur dari suatu kodifikasi :
1.      Jenis-jenis hukum tertentu
2.      Sistematis
3.      Lengkap
  • Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh :
1.      Kepastian hukum
2.      Penyerderhanaan hukum
3.      Kesatuan hokum
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
Pengertian Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
  • Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
  1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara Nasional.
  2. Hukum Ekonomi sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.
Contoh Hukum Ekonomi
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Sumber :
http://www.rentcost.com/2012/01/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/
http://raniaja.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-sumber-sumber-hukum-dalam.html
http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial

HUKUM PERIKATAN

Pengertian
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Hukum perikatan merupakan pelengkap, konsensuil dan obligator. Bersifat sebagai pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing-masing, setiap pihak mengesampingkan peraturan dalam Undang-Undang.
Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh pihak masing-masing, perjanjian tersebut bersifat meningkat dan dapat dipenuhi dengan tanggung jawab.
Sementara itu, obligator berarti setiap perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap-tiap pihak yang telah bersepakat.
·         Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
v  Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
   (onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
v  Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
     karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
     sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
     satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang   
     timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
     asas hukum perikatan
·         Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1.      Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·         Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
v  Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah:
1.      Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2.      Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.      Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4.      Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
·         Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu : 
1.      Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai. 
2.      Perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan. 
3.      Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. 
Wanprestasi
Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 
2.      melaksankan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 
3.      melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; 
4.      melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 
Mengenai perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas. 
Sanksi yang dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam,
yaitu: membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi; pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 
peralihan resiko; membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. 
                
·         Hapusnya Perikatan
v  CARA-CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN
Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut :
1.    Pembayaran
2.    Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
3.    Pembaharuan hutang
4.    Perjumpaan hutang atau kompensasi
5.    Percampuran hutang
6.    Pembebasan Hutang
7.    Musnahnya barang yang terhutang
8.    Kebatalan/pembatalan
9.    Berlakunya suatu syarat batal dan
10. Lewatnya waktu
v  Cara-cara hapusnya perikatan itu akan dibicarakan satu persatu di bawah ini.
1.    Pembayaran
Nama”pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Dalam arti yang sangat luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi pihak penjual pun dikatakan “membayar” jika ia menyerahkan atau “melever” barang yang dijualnya. Yang wajib membayar suatu utang bukan saja si berhutang (debitur) tetapi juga seorang kawan berhutang dan seorang penanggung hutang (“borg”). Menurut pasal 1322 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya si berhutang, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.
Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau juag kepada seorang yang dikuasakan hakim atau oleh Undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si berpiutang. Pembayaran yang dilakukan kepada seorang yang tidak berkuasa menerima bagi si berpiutang adalah sah, sekedar si berpiutang telah menyetujuinya atau nyata-nyata telah mendapat manfaat karenanya.
Si debitur tidak boleh memaksa krediturnya untuk menerima pembayaran hutangnya sebagian demi sebagian,meskipun hutang itu dapat dibagi-bagi.
Mengenai tempatnya pembayaran, pasal 1933 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menerangkan sebagai berikut :
“Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian,jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat,maka pembayaran yang mengenai suatu barang tertentu,harus dilakukan di tempat di mana barang itu berada sewaktu perjanjian dibuat.
Di luar kedua hal tersebut, pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal si berpiutang,selama orang itu terus menerus berdiam dalam keresidenan di mana ia berdiam sewaktu dibuatnya perjanjian, dan di dalam hal-hal lainnya di tempat tinggalnya si berhutang”.
Ketentuan dalam ayat pertama yang menunjuk pada tempat di mana barang berada sewaktu perjanjian ditutup adalah, sama dengan ketentuan dalam pasal 1477 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam jual beli , dimana juga tempat tersebut ditunjuk sebagai tempat dimana barang yang dijual harus diserahkan. Memang sebagai mana sudah diterangkan “pembayaran” dalam arti yang luas juga ditujukan pada pemenuhan prestasi oleh si penjual yang terdiri atas penyerahan barang yang telah diperjual belikan.
Ketentuan dalam ayat kedua, berlaku juga dalam pembayaran-pembayaran di mana yang dibayarkan itu bukan suatu barang tertentu, jadi uang atau barang yang dapat dihabiskan, teristimewa ketentuan tersebut adalah penting untuk pembayaran yang berupa uang. Dengan demikian maka hutang-hutang yang berupa uang pada azasnya harus dibayar di tempat tinggal kreditur,dengan perkataan lain pembayaran itu harus dihantarkan. Hutang uang yang menurut undang-undang harus dipungut di tempat tinggalnya debitur hanyalah hutang wesel.
Sesuai dengan ketentuan tersebut di atas maka oleh pasal 1395 ditetapkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran harus dipikul oleh debitur.
Suatu masalah yang muncul dalam soal pembayaran, adalah masalah subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang(kreditur) oleh seorang ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu. Dalam subrogasi atau penggantian ini, seorang ketiga yang membayar suatu utang menggantikan kedudukan si kreditur ,terhadap si debitur. Subrogasi atau penggantian tersebut di atas dapat terjadi baik dengan perjanjian, baik demi undang-undang.
Dari apa yang telah dibicarakan di atas, dapat dilihat bahwa jika seorang membayar hutangnya orang lain, maka pada umumnya tidak terjadi subrogasi, artinya : pada umumnya orang yang membayar itu tidak menggantikan kreditur. Hanya apabila itu dijanjikan atau dalam hal-hal di mana itu ditentukan oleh undang-undang , maka barulah ada penggantian.
Sumber:

PUISI


 INDAHNYA ALAM NEGERI INI

Kicauan burung terdengar merdu
Menandakan adanya hari baru
Indahnya alam ini membuatku terpaku
Seperti dunia hanya untuk diriku

Kupejamkan mataku sejenak
Kurentangkan tanganku sejenak
Sejuk , tenang , senang kurasakan
Membuatku seperti melayang kegirangan       

Wahai pencipta alam
Kekagumanku sulit untuk kupendam
Dari siang hingga malam
Pesonanya tak pernah padam

Desiran angin yang berirama di pegunungan
Tumbuhan yang menari-nari di pegunungan
Begitu indah rasanya
Bak indahnya taman di surga

Keindahan alam terasa sempurna
Membuat semua orang terpana
Membuat semua orang terkesima
Tetapi, kita harus menjaganya
Agar keindahannya takkan pernah sirna

HUKUM PERDATA



    HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.
·         SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1.      BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
2.      WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
·         PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
v  Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan hokum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1.      Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara
kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.      Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a.       Golongan eropa dan yang dipersamakan.
b.      Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.       Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)
v  Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
1.      Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
2.      Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).
v  Dan pasal 131 .I.S. yang membedakan berlakunya hokum bagi golongan-golongan tersebut:
1.      Golongan Indonesi asli berlaku hukum adat
2.      Golongan eropa barlaku hokum perdata (BW) dan hokum dagang (WVK)
3.      Golongan timur asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera boleh tunduk pada hokum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam tindakan hokum perdata.
Untuk memahami keadaan hokum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.      Hokum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2.      Untuk golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
3.      Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4.      Orang Indonesi Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
v  Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
1.      Perjanjian kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
2.      Dan beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no 49).
v  Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
1.      Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
2.      Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).
v  Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu:
1.      UU Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
2.      Peraturan Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
3.      Ordonansi Woeker (staatsblad 1938 no 523)
4.      Ordonansi tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
·         SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
v  KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.      Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2.      Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3.      Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4.      Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sumber:

Contoh Kasus Perdata Pencemaran Nama Baik


Seorang artis merasa terhina atas pemberitaan sebuah media massa. Gosip tersebut telah digosipkan oleh media menjadi seorang pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima dengan pemberitaan tersebut, maka sang artis melaporkan media massa tersebut ke polisi atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Kasus antara artis dan media massa tersebut juga termasuk menjadi salah satu contoh kasus hukum perdata.
Demikianlah beberapa contoh hukum perdata yang bisa dipublikasikan kepada Anda melalui postingan ini. Semoga informasi ini kiranya bermanfaat, khususnya bagi Anda yang sudah menyempatkan waktu untuk membacanya.
Sumber: http://www.beritaterhangat.net/2012/12/contoh-hukum-perdata.html

Subyek dan Obyek Hukum

Subjek dan Objek Hukum
·         Subjek Hukum
suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas       sesuatu tertentu.
  Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas:
1.      Manusia
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
Adapun manusia yang patut menjadi Subjek Hukum adalah Orang yang cakap hukum. Orang yang tidak cakap hukum tidak merupakan Subjek Hukum. Orang yang cakap hukum adalah orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya dimuka hukum. Perlu diketahui ada 3 kriteria orang yang tidak cakap hukum, yaitu:
1.      Orang yang masih dibawah umur (belum berusia 21 tahun dan belum menikah)
2.      Orang yang tidak sehat pikirannya/dibawah pengampuan (Curatele)
3.      Perempuan dalam pernikahan (sekarang tidak berlaku, berdasarkan SEMA No.3 tahun 1963)
Secara yuridisnya ada 2 alasan yang menyebutkan manusia sbg subjek hukum yaitu:
a.       Manusia mempunyai hak-hak subyektif
b.      Kewenangan hukum
-          Syarat-syarat cakap hukum :
1.      Seseorang yang sudah dewasa berumur 21 tahun (Undang Perkawinan No.1/1974  dan KUHPerdata)
2.      Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah
3.      Sesorang yang sedang tidak menjalani hokum
4.      Berjiwa sehat dan berakal sehat
-          Syarat-syarat tidak cakap hukum:
1.      Seseorang yang belum dewasa
2.      Sakit ingatan
3.      Kurang cerdas
4.      Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
5.      Seseorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)
2.      Badan Usaha
Badan hukum ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.
Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
·         Objek Hukum
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.
Hal pengorbanan dan prosudur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Ø  Pada dasarnya objek hukum dibagi menjadi 2, yaitu:
1.       Benda Bergerak
 Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
-          Dibedakan menjadi sebagai berikut :
a.       Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
b.      Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
2.      Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a.       Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
b.      Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
c.       Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Akibat hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang bersangkutan.
·         Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan) :
1.      Jaminan umum
a.       Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
b.      Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2.      Jaminan Khusus
a.       Gadai
Hak yang diperoleh dari kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
b.      Hipotik
Suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan.
c.       Hak Tanggungan
Hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
d.      Fidusia
Suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.